LUWU TIMUR, — Mantan Bupati Luwu Timur pertama, Andi Hatta Marakarma, meminta Pemerintah Kabupaten Luwu Timur untuk lebih transparan dalam pengelolaan lahan yang kini ditetapkan sebagai kawasan industri.
Permintaan itu disampaikan dalam diskusi publik yang digelar The Sawerigading Institute (TSI) di Kantor Harian Fajar, Jumat (31/10/2025), dikutip dari Fajar Online, Sabtu (1/11/2025).
“Saya mengikuti diskusi ini karena kepedulian terhadap Luwu Timur. Ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi, terutama soal lahan yang disebut-sebut menjadi kawasan industri. Pemerintah harus memastikan semua prosesnya sesuai aturan,” ujar Andi Hatta dalam forum tersebut.
Mantan bupati dua periode itu juga mendesak agar pemerintah membuka dialog publik agar masyarakat dapat memahami dasar hukum serta tahapan pengelolaan lahan yang kini disebut-sebut menjadi kawasan industri di Luwu Timur.
Namun, pernyataan Andi Hatta menuai respons dari sejumlah pihak. Pasalnya, lahan yang dimaksud justru merupakan lahan kompensasi PT Inco (kini PT Vale Indonesia) yang diserahkan kepada Pemkab Luwu Timur pada tahun 2006 masa ketika Andi Hatta sendiri masih menjabat sebagai Bupati.
Lahan tersebut merupakan hasil nota kesepakatan nomor: 354/VIII/2006/EXR.PTI antara Pemkab Luwu Timur dan PT International Nickel Indonesia, tentang asistensi lahan kompensasi proyek PLTA Karebbe, yang ditandatangani langsung oleh Andi Hatta Marakarma.
Seiring waktu, lahan kompensasi itu kemudian dijadikan dasar oleh pemerintahan selanjutnya untuk menetapkan kawasan industri.
Pada tahun 2022 lalu, Bupati Budiman menindaklanjuti dengan menerbitkan SK Nomor 248/D-06/VII/2022 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Industri Luwu Timur seluas 395,81 hektar.
Kebijakan ini diperkuat oleh Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2023, yang memasukkan kawasan industri pemurnian nikel (smelter) di Luwu Timur sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pada tahun 2025, di bawah kepemimpinan Bupati Irwan Bachri Syam, Pemkab Luwu Timur menindaklanjuti kebijakan tersebut dengan menyewakan lahan kepada PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP), sebagai bagian dari pengembangan tahap lanjut.
Menanggapi sikap Andi Hatta, Alpian, mantan Anggota DPRD Luwu Timur, menilai pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan tafsir politik.
“Menjadi aneh jika orang yang dulu menandatangani dasar hukumnya kini mempertanyakan legalitasnya. Seharusnya Opu Andi Hatta memberikan jawaban jelas tentang status hukum lahan tersebut,” ujarnya.
Menurutnya, isu transparansi yang digaungkan Andi Hatta semestinya dimulai dengan pengakuan bahwa kebijakan awal lahan tersebut berasal dari masa pemerintahannya.
“Kalau bicara transparansi, ya harus mulai dari mengakui bahwa proyek ini punya akar dari masa pemerintahannya. Jangan seolah baru terjadi sekarang,” tambah Alpian.
Sementara itu, Pemkab Luwu Timur menegaskan bahwa seluruh proses pengelolaan lahan kawasan industri dilakukan secara terbuka, berjenjang, dan melibatkan pemerintah pusat, lembaga hukum, serta masyarakat. (Anhi)





