Pengakuan Pengusaha Tambang Mangkutana Keluar dari APRI, Begini Fakta Sebenarnya 

oleh -217 pembaca
oleh

teusur-news.com, Luwu Timur – Dilansir salah satu media online (red) terkait pemberitaan keterlibatan oknum anggota dari Polres Luwu Timur minta upeti dari pengusaha tambang galian batu di kecamatan Mangkutana, Luwu Timur.

Muh. Toha yang dikabarkan mendapat intimidasi dari oknum anggota Polres Luwu Timur yang mempersoalkan izin usaha pertambangan miliknya, yang berujung adanya permintaan uang.

Namun berita yang dilansir media online tersebut justru ditepis Muhammad Toha dan menjelaskan semua yang dialami sebenarnya saat ditemui di kediamannya untuk kebenaran informasi itu, Selasa (24/01/2022) kemarin.

Perlu diketahui, bahwa Muhammad Toha alias Toha, salah satu dari penambang yang sempat jadi narasumber disalah satu media online, dan dirinya menepis hal tersebut jika dia tidak pernah berkomentar seperti apa yang pernah diberitakan media online tersebut.

“Sama sekali tidak benar jika ada oknum anggota Polres Luwu Timur yang melakukan intimidasi terkait izin usaha pertambangan kami, apalagi berujung pada permintaan uang sebagaimana berita yang dibuat salah satu media.” Kata Toha membantah pemberitaan salah media tersebut

Dia mengatakan, memang dirinya mengakui pernah didatangi salah satu anggota Polres Lutim dan menanyakan kepemilikan izin usaha pertambangan.

“ Saat itu yang bersangkutan (anggota Polisi) mempertanyakan izin usaha pertambangan kami dari dinas ESDM propinsi, aparat tersebut menyarankan agar sebaiknya saya mengurus izin agar usaha ini biar legal dan tidak liar. Anggota yang dimaksud tidak pernah meminta uang ke kami,” sergah Toha.

Dirinya mengakui jika pernah menyerahkan sejumlah uang ke Apri sebagai biaya operasional pengurus dilapangan, biaya pembinaan, kemanan dan kontribusi hingga Fee tingkat desa dan kecamatan, Fee tingkat kabupaten/ pemda, bahkan ada oknum LSM dan oknum wartawan.

Lebih lanjut Toha menuturkan, bahwa pada Oktober tahun 2022 kemarin, dirinya didatangi pengurus yang mengatasnamakan Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI).

“ Pengurus APRI memberikan garansi jika saya bergabung dengan asosiasinya maka usaha pertambangan yang dijalankannya akan aman dan berstatus legal. Jaminan legalitas usaha pertambangan diberikan dalam bentuk sertifikat berlabel responsible mining community (RMC). Sertifikat tersebut saya bayar senilai Rp. 15 juta,” bebernya.

Dia menguraikan anggota dan pengurus APRI tersebut mayoritas berprofesi sebagai LSM sekaligus wartawan, Namun dua bulan berjalan setelah terdaftar sebagai anggota RMC, Muhammad Toha memilih keluar sekaligus mengundurkan diri dari APRI.

“ Saya memutuskan mundur sebagai anggota RMC lantaran adanya kebijakan ataupun pemberlakuan kontribusi sebesar Rp. 20 ribu per retase yang dibebankan kepada kami.” Ungkapnya.

Rincian kontribusi sebesar Rp 20 ribu yang diwajibkan kepada penambang yang merupakan anggota RMC versi Toha, adalah

1. Operasional pengurus lapangan Rp. 200/ rit

2. Biaya pengurusan izin WPR, IPR, dll Rp. 2000/ rit

3. Biaya pembinaan dan pendampingan APRI (DPP/DPW) sebesar Rp. 5.000/rit

4. Biaya kemanan dan kontribusi Rp. 5.000/rit

5. Fee tingkat desa dan kecamatan Rp. 2.000/ rit

6. Fee tingkat kabupaten/ pemda Rp. 2.000 / rit

7. 7. Entertainment LSM, wartawan , dll Rp. 1.000/ rit

8. Kas RMC Rp. 1,000/ rit

“ Alasan saya mengajukan pengunduran diri karena saya menilai bergabung dengan RMC tidak ada manfaatnya, bahkan membebani kami dengan kontribusi yang tidak jelas,” pungkas Toha.