Telusur-news.com, Luwu Timur – Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Lewonu, Kecamatan Burau, Kabupaten Luwu Timur, kembali menemukan dugaan serius terhadap Kepala Desa Lewonu, Darman. Dugaan tersebut terkait pemalsuan cap dan tanda tangan BPD dalam dokumen pemotongan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 27 kepala keluarga (KK) di desa tersebut.
Kasus ini mencuat setelah Gideon, Sekretaris BPD, dengan tegas membantah menandatangani dokumen yang menyatakan bahwa pemotongan BLT tersebut telah disetujui BPD dan sejumlah warga. Menurutnya, prosedur yang benar mewajibkan Ketua atau Wakil Ketua BPD sebagai pihak yang berwenang menandatangani dokumen tersebut.
“Saya tidak pernah diundang, apalagi bertanda tangan soal itu. Kalau ada dokumen atas nama BPD, seharusnya Ketua atau Wakil Ketua yang tanda tangan, bukan saya,” jelas Gideon pada Sabtu (21/12/2024).
Sebelumnya, Kepala Desa Lewonu, Darman, memotong bantuan BLT sebesar Rp100 ribu per penerima pada tahun 2021 dengan dalih uang tersebut akan dialokasikan untuk sembilan warga lain yang belum menerima bantuan. Namun, warga justru menemukan dokumen yang mengklaim pemotongan itu telah melalui musyawarah dan disetujui oleh BPD.
SF, salah seorang warga, mengungkap bahwa sejak awal bantuan diterima, kepala desa sudah meminta agar BLT dipotong. Namun belakangan, warga merasa dirugikan karena tidak ada transparansi terkait alokasi dana hasil pemotongan tersebut.
“Dulu Kepala Desa bilang akan diserahkan ke orang lain, tapi kami tidak tahu siapa mereka. Sekarang ada dokumen yang katanya sudah disetujui, padahal kami protes dari awal,” ujar SF.
Gideon juga mempertanyakan penggunaan cap stempel BPD dalam dokumen tersebut, mengingat saat itu cap stempel dinyatakan hilang selama masa transisi pergantian Ketua BPD.
“Saat itu saya sudah mempertanyakan keberadaan stempel, tapi katanya hilang. Kalau benar ini hasil musyawarah, mana bukti daftar hadir warga dan anggota BPD yang menyetujuinya?” tambah Gideon.
Merasa dirugikan, BPD bersama sejumlah warga berencana melaporkan kasus ini ke Inspektorat dan Polres Luwu Timur. Sebelumnya, kasus ini juga pernah dilaporkan, namun belum mendapatkan respons memuaskan.
Ahli hukum menyebutkan bahwa pemalsuan tanda tangan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman hingga enam tahun penjara. Jika dilakukan pada dokumen elektronik, pelaku juga dapat dijerat Pasal 35 UU ITE.
Untuk memastikan kebenaran dokumen tersebut, warga meminta pihak berwenang melakukan pemeriksaan forensik terhadap tanda tangan yang diduga dipalsukan.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Lewonu, Darman, belum memberikan tanggapan terkait tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Tim Media Telusur-news.com (Mul)